Konflik Organisasi
1.
Pengertian
Konflik Organisasi
A. Konflik
Definisi konflik menurut para ahli:
B. Konflik Organisasi
Internet :
[1] Gareth R. Jones, Organizational Theory, Design, and Change, 5th Edition (New Delhi: Dorling Kindersley, 2009) p.408.
[2]Ibid., p.409.
[4] Kurt T. Dirks and Judi McLean Parks, “Conflicting Stories: The State of the Science of Conflict” dalam Jerald Greenberg, ed., Organizational Behavior: The State of the Science, 2nd Edition (Mahwah, New Jersey: Taylor & Francis e-Library, 2008) p.278.
[5] Ricky W. Griffin and Gregory Moorhead, Organizational Behavior: Managing People and Organizations, 9th Edition (Mason, Ohio: South-Western, 2010) p.382.
[6] Ian Brooks, Organisational Behaviour: Individuals, Groups, and Organisations, 3rd Edition (Delhi: Dorling Kindersley, 2006) p.234.
A. Konflik
Konflik berasal
dari kata kerja configere yang artinya saling memukul.
Dilihat dari sisi sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial
antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak
berdaya.
Definisi konflik menurut para ahli:
1. Nardjana (1994), konflik adalah
akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan
antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling
terganggu.
2. Killman
dan Thomas (1978),
konflik adalah kondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau
tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun
dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut
dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang
mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja.
3. Wood,
Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1998), yang dimaksud dengan
konflik (dalam ruang lingkup organisasi) yaitu : Conflict
is a situation which two or more people disagree over issues of organisational
substance and/or experience some emotional antagonism with one another.
Yang artinya, konflik adalah suatu situasi dimana dua atau banyak
orang saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut
kepentingan organisasi dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu
dengan yang lainnya.
4. Daniel
Webster, mendefinisikan konflik
sebagai:
1. Persaingan atau pertentangan antara
pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain.
2. Keadaan atau perilaku yang
bertentangan.
3. Robbins, merumuskan konflik sebagai
sebuah proses dimana sebuah upaya sengaja dilakukan oleh seseorang untuk
menghalangi usaha yang dilakukan oleh orang lain dalam berbagai bentuk hambatan
yang menjadikan orang lain tersebut merasa frustasi dalam usahanya mancapai
tujuan yang diinginkan atau merealisasi minatnya.
B. Konflik Organisasi
·
Gareth R. Jones mendefinisikan konflik organisasi
sebagai “perbenturan yang muncul kala perilaku mencapai tujuan tertentu yang
ditunjukan suatu kelompok dirintangi atau digagalkan oleh tujuan kelompok
lain.”[1] Karena tujuan, pilihan, dan kepentingan kelompok-kelompok pemangku
kepentingan (stake holder) di dalam organisasi berbeda maka konflik adalah
suatu yang tidak terelakkan di setiap organisasi.
Kendati
konflik kerap dipandang negatif, sama halnya dengan politik, tetapi Jones
beranggapan bahwa beberapa jenis konflik justru mampu memberi kontribusi
terhadap peningkatan efektivitas organisasi. Alasan Jones bahwa konflik punya
kontribusi positif karena ia mengungkap kelemahan suatu organisasi sehingga
membuka jalan dalam upaya mengatasinya. Dengan demikian, konflik membimbing
pada proses pembelajaran dan perubahan organisasi.[2]
· M. Aflazur Rahim mendefinisikan konflik organisasi
sebagai “proses interaktif yang termanifestasi dalam hal-hal seperti
ketidakcocokan, ketidaksetujuan, atau kejanggalan baik di intra individu maupun
inter entitas sosial seperti individu, kelompok, ataupun organisasi.[3] Rahim
menyebut konflik sebagai proses interaktif bukan dengan maksud hendak membatasi
kemungkinan konflik di dalam diri individu, karena seringkali seseorang
mengalami konflik dengan dirinya sendiri.
· Kurt T. Dirks and Judi McLean Parks mendefinisikan konflik organisasi
sebagai “... interaksi antarentitas yang saling bergantung, yang menganggap
adanya pertentangan sasaran, niat, atau nilai, sehingga menganggap entitas
lainnya sebagai penganggu potensial atas upaya mereka merealisasikan sasaran
ini.”[4] Sehubungan dengan definisi ini, Dirks and Parks menyebutkan tiga
konsep konflik yang muncul, yaitu: interaksi, kesalingtergantungan, dan sasaran
yang tidak cocok. Mereka juga menggariskan entitas bukan orang, karena konflik
kerap melibatkan tidak hanya orang tetapi juga kelompok, tim, divisi,
departemen, dan organisasi-organisasi bisnis.
·
Ricky W. Griffin and Gregory
Moorhead mendefinisikan
konflik organisasi sebagai “ ... proses yang muncul dari interaksi dua pihak,
bahwa mereka bekerja secara berseberangan satu sama lain dengan cara-cara yang
berakibat pada perasaan tidak nyaman dan atau permusuhan.”[5] Griffin and
Moorheas menekankan bahwa konflik adalah sebuah proses, bukan peristiwa yang
berdiri sendiri. Sebagai proses, konflik terus berlangsung dari waktu ke waktu.
Keduanya juga menekankan bahwa pihak-pihak yang terlibat harus mengakui bahwa
proses perseberangan kepentingan sebagai eksis. Terakhir, situasi
ketidaknyamanan dan permusuhan juga harus nyata agar konflik dapat dikatakan
ada.
· Ian Brooks mendefinisikan konflik organisasi
sebagai “ ...menjadi jelas kala sekurangnya satu pihak menganggap bahwa konflik
ada dan di mana kepentingan pihak tersebut mengalami penurunan kemungkinan
untuk dipenuhi.”[6] Konflik hadir antar individu (kendati Brooks
mempersyaratkan satu saja individu mengalaminya agar dapat disebut situasi
konflik), kelompok, atau departemen. Konflik pun dapat terjadi di antara mereka
yang punya tugas wewenang berbeda bahkan kolega-kolega kerja mereka sendiri.
Kiranya, definisi-definisi konflik
organisasi yang telah dipaparkan memiliki sejumlah persamaan. Pertama, adanya
tujuan yang berseberangan atau terhalangi. Kedua, adanya pihak-pihak yang
menganggap bahwa konflik ada, dan ini bisa individu, kelompok, tim, ataupun
bagian-bagian di dalam organisasi terhadap sesamanya. Ketiga, konflik
termanifestasi berupa rasa tidak nyaman atau permusuhan. Keempat, konflik dapat
disikapi baik secara negatif maupun positif bagi perkembangan organisasi.
Kelima, konflik adalah tidak terelakkan selama organisasi terus beroperasi
karena terdiri atas entitas-entitas yang punya kepentingan dan tujuan
masing-masing.
2.
Jenis
dan sumber konflik
A. Jenis Konflik
§ Konflik antara atau dalam
(intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi
(konflik peran (role)).
Misalnya saat seseorang menerima
perintah yang berbeda dari dua atasannya. Atasan yang satu menyatakan harus
menjaga jarak antar karyawan supaya kinerja tidak terganggu, sementara atasan
yang lain meminta agar semua karyawan mengutamakan kerja tim, sehingga ia
kesulitan menjalankan perannya.
§ Konflik antara kelompok-kelompok
sosial (antar keluarga, antar gank).
Misalnya tawuran yang terjadi antar
sma 6 dan 70, Konflik Antar Keluarga di Filipina (Minggu, 26 Oktober 2014 Waktu UTC:
02:44 , VOA INDONESIA).
§ Konflik kelompok terorganisir dan
tidak terorganisir (polisi melawan massa).
Misalnya segerombolan pendemo di
depan gedung dpr yang mengakibatkan timbulnya tawuran antar polisi yang
bertugas keamanan di sana.
§ Konflik antar satuan nasional
(kampanye, perang saudara).
Misalnya kampanye pilper 2014 pada
bulan lalu antara Jokowi_JK dan Prabowo-Hatta.
§ Konflik antar atau tidak antar
agama.
Misalnya kita sering mendengar
perbedaan pendapat antar kelompok islam fpi dan muhammadiyah.
Konflik Islam-Kristen di Afrika Tengah (Selasa, 31 Desember 2013 - 11:06 wib | Andreas Gerry Tuwo –
Okezone ).
§ Konflik
antar politik.
Misalnya Kubu anas dan kubu sby, persaingan
partai lokal Partai Nasional Aceh (PNA) dan Partai Aceh (PA) (Sabtu, 05 April
2014, 09:46 WIB, republika.co.id)
B. Sumber Konflik
·
Faktor
komunikasi
Misalnya pegawai lini memiliki
wewenang dalam proses pengambilan keputusan sementara staff lebih pada
memberikan rekomendasi atau saran. Sering pegawai lini merasa lebih penting,
sementara staff merasa lebih ahli. Ujung-ujungnya miss understanding di
kalangan pelaku organisasi karena informasi yang diterima kurang jelas atau
bertentangan dengan tujuan yang sebenarnya.
·
Faktor
struktur tugas maupun struktur organisasi
Misalnya dalam hubungan kerja,
bagian pemasaran ingin agar produknya cepat laku. Kalau perlu dijual murah dan
dengan cara kredit. Sebaliknya, bagian keuangan menghendaki pembayaran harus
tunai agar posisi keuangan perusahaan tetap stabil.
·
Faktor
yang bersifat personal
Misalnya di waktu yang sama,
seseorang harus membuat pilihan menerima promosi jabatan yang sudah lama
didambakan atau pindah tempat tugas ke tempat lain dengan iming-iming gaji yang
besar.
·
Faktor
lingkungan
Misalnya seseorang yang harus
menjual produk dengan harga tinggi, padahal dia sadar bahwa calon konsumennya
membutuhkan keuangan untuk ongkos sekolahnya.
3.
Strategi
penyelesaian konflik
a) Kompetisi
Penyelesaian konflik yang
menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain. Penyelesaian
bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation
b) Akomodasi
Penyelesaian konflik yang
menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan keseluruhannya penyelesaian
pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses
tersebut adalah taktik perdamaian.
c) Sharing
Suatu pendekatan penyelesaian
kompromi antara dominasi kelompok dan kelompok lain untuk berdamai. Satu pihak
memberi dan yang lain menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran positif,
dengan alasan yang tidak lengkap, tetapi memuaskan.
d) Kolaborasi
Bentuk usaha penyelesaian konflik
yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini adalah pendekatan pemecahan problem
(problem-solving approach) yang memerlukan integrasi dari kedua pihak.
e) Penghindaran
Menyangkut ketidakpedulian dari
kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan penarikan kepentingan atau
mengacuhkan kepentingan kelompok lain.
Terdapat juga cara bersikap untuk penyelesaian
konflik:
·
Bersikap
proaktif
Setiap
anggota tim harus turut aktif dalam menyelesaian
konflik secara proaktif.
·
Komunikasi
Komunikasi yang lancar dapat
menghindari diri dari kesalahpahaman sehingga lebih mudah dalam
menyelesaikan konflik yang timbul.
·
Keterbukaan
Setiap anggota
harus terbuka supaya konflik tidak berlarut-larut dan dapat diselesaikan
dengan baik. Dengan keterbukaan konflik yang terjadi dapat ditangani sehingga
menjadi konflik yang fungsional.
DAFTAR PUSTAKA
Internet :
1. http://nyamploengan.wordpress.com/2013/10/19/makalah-kelompok-2-konflik-dalam-organisasi/
(Akses : October 24, 2014, 8:22:56 AM) :
2. http://setabasri01.blogspot.com/2011/01/konflik-dalam-organisasi.html
(Akses :October 25, 2014, 4:37:39 PM) :
[1] Gareth R. Jones, Organizational Theory, Design, and Change, 5th Edition (New Delhi: Dorling Kindersley, 2009) p.408.
[2]Ibid., p.409.
[3]
M. Afzalur Rahim, Managing Conflict in Organizations, 4th Edition (New
Jersey: Transaction Publishers, 2011) p.16.
[4] Kurt T. Dirks and Judi McLean Parks, “Conflicting Stories: The State of the Science of Conflict” dalam Jerald Greenberg, ed., Organizational Behavior: The State of the Science, 2nd Edition (Mahwah, New Jersey: Taylor & Francis e-Library, 2008) p.278.
[5] Ricky W. Griffin and Gregory Moorhead, Organizational Behavior: Managing People and Organizations, 9th Edition (Mason, Ohio: South-Western, 2010) p.382.
[6] Ian Brooks, Organisational Behaviour: Individuals, Groups, and Organisations, 3rd Edition (Delhi: Dorling Kindersley, 2006) p.234.
Komentar